Minggu, 17 April 2016

Sengatan Fatamorgana

X: "Kalau bayarnya pake kartu kredit bisa dapet diskon, Mbak."
Y: "Saya mau bayar cash aja, bisa?"
X: "Bisa tapi ga dapet diskon."

Kira-kira itulah percakapan antara saya dan si Mbak pemilik counter elektronik di salah satu pusat perbelanjaan di sebuah kota yang saya singgahi. Saya pikir di kota yang tidak terlalu besar tersebut, alat pembayaran yang sah masih berupa uang. Hhhmmm... Zaman sekarang uang sudah dikategorikan alat pembayaran yang makruh.

Fenomena kartu kredit sudah menjadi bagian dari gaya hidup yang sulit dipisahkan. Kemudahan, kenyamanan, promosi yang ditawarkan, dan manfaat yang bisa diraih dari penggunaan kartu kredit tak ayal membuat orang-orang tergiur untuk memilikinya. Bahkan ada orang yang memiliki kartu kredit lebih dari dua. Saya yang bermental cash keras sungguh dibuat miris oleh kenyataan tersebut. Buat saya, mengada-adakan uang untuk barang di luar kemampuan saya untuk membelinya hanya untuk mengikuti tren atau tuntutan gaya hidup, atau ingin dibilang dan terlihat kekinian adalah perbuatan konyol.

Secara tidak sadar orang-orang sudah begitu rupa dibentuk gaya hidupnya oleh kaum kapitalis untuk menjadi masyarakat hedonis dan konsumtif. Tanpa sadar pula pola konsumsi mereka lebih banyak ditentukan oleh keinginan daripada kebutuhan, fungsi, dan manfaatnya. Pepatah "besar pasak daripada tiang" zaman sekarang ini sudah menjadi keharusan. Hedonlah sampai bangkrut karena di era kapitalisme kebangkrutan merupakan sisi lain dari kemakmuran.

Ya memang gaya hidup merupakan pilihan dari sikap mental seseorang. Namun mengikuti tuntutan gaya hidup tidak akan ada habisnya. Percayalah. Untuk itu kontrol terkuat ada dalam diri sendiri.

2 komentar: